Komisioner Komnas HAM RI Choirul Anam bersama komisioner lainnya menyampaikan hasil temuan terkait tragedi Kanjuruhan |
Jakarta | Tragedi Kanjuruhan yang menyebabkan lebih dari seratus orang tewas karena gas air mata yang ditembakkan polisi di dalam lingkungan Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, yang kemudian membuat penonton panik dan berusaha berdesak-desakan keluar stadion, sulit dibantah oleh Kepolisian Republik Indonesia sehingga Polri melakukan berbagai upaya untuk terhindar dari tanggung jawab.
Berbagai upaya, yang dilakukan Polri agar tidak dituduh menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas tragedi Kanjuruhan, dengan memanipulasi informasi dan melakukan pembohongan publik.
Pembohongan publik yang dilakukan Polri antara lain; soal puluhan botol miras oplosan; soal suporter rusuh atau anarkis yang menjadi alasan Polri menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton; dan terkait soal suporter masuk stadion untuk menyerang pemain Arema.
Semua pembohongan publik Polri itu dibuktikan sebaliknya oleh temuan Komnas HAM RI dan dari berbagai pihak lain yang melakukan investigasi kasus tragedi Kanjuruhan.
Dalam keterangan awal Komnas HAM RI, mereka menemukan bahwa puluhan botol yang disebut sebagai botol miras bukanlah botol miras melainkan botol berisi ramuan obat hewan sapi.
“Memang itu produk UMKM yang dititipkan di kantor Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) dan semacam UMKM yang memproduksi pengobatan sapi,” kata Choirul Anam saat ditemui wartawan di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Oktober 2022.
Pemilik ramuan itu, kata Anam, sudah beri keterangan terkait botol-botol ramuan yang dititipkan di Kantor Dispora yang merupakan bagian dari Stadion Kanjuruhan.
“Kata orang Dispora botol-botol itu dititip di sana. Kata yang punya memang dititip di sana karena mau dibawa ke Jakarta,” kata dia.
Terkait kerusuhan atau anarkis, kata Komisioner Komnas HAM itu, hal itu tidak benar seperti yang dituduhkan Polri sebab Aremania masuk lapangan untuk memberikan semangat kepada para pemain Arema FC yang baru mengalami kekalahan dari Persebaya.
Komnas HAM mengatakan motif suporter Arema FC atau Aremania masuk ke lapangan untuk memberikan semangat kepada para pemain Arema FC yang kalah dari Persebaya Surabaya dengan skor 2-3.
"Pemain Arema kemudian menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh Aremania ... jadi memang ini ada tradisi begitu ... yang berada di Stadion Kanjuruhan Malang," terang Anam.
"Selanjutnya ketika pada saat pemain Arema menuju ruang ganti, sejumlah Aremania menghampiri pemain dan memeluk pemain dengan tujuan memberikan semangat," imbuhnya.
Penonton melempar sepatu ke lapangan, Anam melanjutkan bahwa itu dilakukan para penonton yang ada di tribun sebagai respon agar meminta polisi tidak menembakkan gas air mata ke arah tribun yang padat penonton. Jadi tidak ada aksi anarkis yang menjadi alasan polisi menembakkan gas air mata.
"Jadi kami juga temukan banyak sepatu di lapangan jadi itu dilempar karena panik. Karena kepanikan yang terkena gas air mata itu," kata Anam.
"Jadi kami juga temukan banyak sepatu di lapangan jadi itu dilempar karena panik. Karena kepanikan yang terkena gas air mata itu," kata Anam.
Komnas HAM menyebut tembakan gas air mata menjadi faktor utama jatuhnya banyak korban dalam Tragedi Kanjuruhan.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan hal tersebut terkonfirmasi melalui pelbagai temuan Komnas HAM terkait insiden tersebut. Termasuk bukti video krusial milik korban yang meninggal dunia dalam tragedi tersebut.
Usai gas air mata ditembakkan ke arah tribun, beber Anam, banyak suporter yang melemparkan sepatunya ke arah lapangan sebagai tanda tidak berdaya sekaligus melawan aksi aparat. Mereka lalu berlarian menuju pintu keluar.
Sementara pintu Stadion yang dibuka berukuran kecil. Walhasil banyak suporter menumpuk, sesak nafas, mata perih dan ratusan meninggal dunia. | Rian
0 Komentar