Polres Jayawijaya Diminta Tidak Menghalangi Kuasa Hukum Dampingi Pelaku Pengerusakan Baliho

provinsi papua pegunungan
Direktur LBH Nabire Richarddani Nawipa


Jayapura |
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nabire meminta kepolisian Polres Jayawijaya tidak menghalang-halangi keluarga dan kuasa hukum pelaku pengerusakan baliho bertuliskan Kantor Provinsi Papua Pegunungan di Kabupaten Jayawijaya untuk mendapat bantuan hukum.

Permintaan itu disampaikan Direktur LBH Nabire Richarddani Nawipa yang juga sebagai mitra Bantuan Hukum Jayawijaya,, Rabu, (7/9). Lantaran ia mendapat informasi dari kuasa hukum terduga pelaku bahwa kepolisian Polres Jayawijaya melarang pihak keluarga maupun pendamping untuk bertemu sebelas orang warga terduga pelaku.

Nawipa meminta pihak kepolisian Polres Jayawijaya untuk patuh terhadap UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang bertujuan untuk menjamin hak konstitusional setiap warga negara mendapat bantuan hukum dan mengakses keadilan.

"Mereka yang tersangka juga berhak mendapat bantun hukum, maka kami minta Polres Jayawijaya jangan menghalangi hak mereka sesuai UU Nomor 16 Tahun 2011," tegasnya.

Siapa saja boleh mendampingi, Nawipa lanjut menjelaskan bahwa tidak ada batasan yang mengatur kepolisian boleh menghalangi seseorang untuk tidak mendapatkan pendampingan hukum.

"Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 56 KUHP di mana berbunyi jika seorang tersangka diancam dengan pidana lima tahun atau lebih maka wajib didampingi, dan walaupun dia bukan pengacara, keluarga, sodara berhak juga untuk mendampingi dan juga penasihat hukum," ujarnya.

Nawipa juga menyayangkan karena apa yang dilakukan kepolisian di Jayawijaya justru tidak selaras dengan peraturan perundang-undangan yang memuat hak seorang pelaku maupun tersangka.

"Tapi yang dilakukan Polres Jayawijaya, mereka (kuasa hukum dan keluarga) di usir," katanya yang menyangkan tindakan itu.

Sebelumnya Nawipa menjelasakan bahwa seseorang yang bukan seorang advokad bisa untuk mendampingi orang yang membutuhkan bantuan hukum. Hal itu dimaksudkan agar hak untuk mengakses keadilan bagi para terduga pelaku maupun tersangka dapat terpenuhi dan dilindungi.

"Misalnya paralegal, bahwa mereka yang tidak punya lisensi Hukum, itu juga bisa mendampingi sebagai kerabat atau korban atau tersangka di kantor Polisi," jelas pengacara muda itu.

Oleh karena itu, Nawipa harap pihak kepolisian Polres Jayawijaya tidak mempersulit kuasa hukum maupun keluarga untuk mendampingin sebelas terduga pelaku agar hak-hak mereka yang terjamin dapat terpenuhi.

"Maka dalam kasus di Wamena, kami harap Polres Jayawijaya tidak menyusahkan teman-teman (Kuasa Hukum) yang ada di Wamena untuk memberikan bantuan hukum terhadap sebelas orang yang diamankan karena merusak baliho di kantor Provinsi Papua Pegunungan agar terciptanya keseimbangan keadilan," katanya di Jayapura, Rabu, (7/9).

Seseorang berhak mendapat bantuan hukum sejak penyidikan, Nawipa menegaskan bahwa "Dalam  UU Nomor 16 Tahun 2011 pasal 18 ayat (4) mengatakan seorang berhak mendapat bantuan hukum sejak penyidikan sampai dengan putusan pengadilan, yang berkekuatan hukum tetap," katanya.

Seperti diketahui, sebelumnya Pemerintah Kabupaten Jayawijaya menyerahkan Kantor Dinas Pendidikan menjadi kantor gebernur sementara Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan, yang kemudian dilakukan pemasangan baliho sebagai papan nama di depan kantor tersebut. Namun, baliho itu dibuka paksa oleh sejumlah masyarakat yang menolak pemekaran lalu mereka di tangkap Polisi.

Alasan masyarakat membongkar paksa baliho karena menurut mereka pemekaran hanya membawa persoalan baru di semua aspek bagi masyarakat asli Papua khususnya di kabupaten Jayawijaya.

Penulis: Yallo
Editor: Billy

Posting Komentar

0 Komentar