Ilustrasi anak pejabat Indonesia |
Jakarta | Terdapat beberapa istilah pidana baru dalam RKUHP yang telah diserahkan pemerintah kepada DPR RI untuk dibahas sebelum ditetapkan. Istilah-istilah pidana ini sebenarnya baik untuk diterapkan dalam lingkungan masyarakat, hanya saja tidak diatur kretierianya secara ketat agar tidak disalahgunakan oleh orang berduit, pejabat pemerintah, kepolisian, dan atau terdakwa yang mungkin punya hubungan keterikatan atau punya hubungan baik dengan pembuat keputusan baik di kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman.
Istilah-istilah pidana ini yakni Pidana Pengawasan, Pidana Tutupan, dan Pidana Kerja Sosial. Ketiga istilah pidana ini terdapat pada Pasal 65 ayat (1) RKUHP. Untuk Pidana Pengawasan, dijelaskan pada Pasal 75 bahwa "Terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dapat dijatuhi pidana pengawasan dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Pasal 54, dan Pasal 70."
Selain pidana pengawasan, Pidana Tutupan termuat pada Pasal 74 yang berisi tiga ayat yang bunyinya sebagai berikut: ayat (1) Orang yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara karena keadaan pribadi dan perbuatannya dapat dijatuhi pidana tutupan. Ayat (2) Pidana tutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati. Ayat (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku jika cara melakukan atau akibat dari Tindak Pidana tersebut sedemikian rupa sehingga terdakwa lebih tepat untuk dijatuhi pidana penjara.
Sementara itu, Pasal 85 memuat tentang Pidana Kerja Sosial yang terdapat sembilan pasal dengan tigabelas butir yang masing-masing menjelaskan jenis pelanggaran dan masa hukuman untuk jenis pidana ini dapat diterapkan terhadap terdakwa yang telah divonis bersalah.
Persoalan pada tiga jenis pidana ini dapat dilihat dalam realitas yang selama ini terjadi dan disaksikan oleh semua lapisan masyarakat yang memiliki akses untuk mendapat informasi seputar kasus pidana yang melibatkan anak-anak, kolega, maupun kerabat dari pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat kepolisian, pejabat kejaksaan, dan pejabat kehakiman serta hakim itu sendiri. Yang mana mereka-mereka, seperti yang disebutkan, kerap kali mendapat perlakuan yang berbeda dalam suatu kasus maupun proses pidana.
Belum termasuk tiga Pasal Pidana baru ini dapat meningkatkan angka kriminalisasi negara terhadap masyarakat yang rentan menjadi korban kriminalisasi, seperti masyarakat marginal, masyarakat adat yang berusaha melindungi hak atas tanah dan hutan adat, dan masyarakat pencari keadilan yang menuntut agar hak mereka untuk mendapat keadilan dapat dipenuhi oleh negara, serta jenis masyarakat lain yang tidak punya hak istimewa layaknya anak-anak, kolega, maupun kerabat dari para pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat kepolisian, pejabat kejaksaan, dan pejabat kehakiman serta hakim itu sendiri.
Sekali lagi, tiga istilah pidana baru dalam RKUHP ini cukup baik untuk diterapkan dalam lingkungan masyarakat, agar tidak semua persoalan pidana harus dibalas dengan merampas hak kemerdekaan setiap orang. Hanya saja, perlu ada batasan untuk ketiga jenis pidana baru ini agar tidak disalahgunakan, dan karena jenis pidana ini dapat memberikan kebebasan kepada pihak-pihak di atas untuk melakukan pelanggaran pidana ringan dengan harapan dan keyakinan bahwa mereka akan dituntut dan didakwa dengan Pidana Kerja Sosial, Pidana Pengawasan dan Pidana Tutupan yang dalam ukuran masyarakat kebanyakan itu terlalu ringan untuk sekelas anak, kolega maupun kerabat orang terpandang di Indonesia. | Eduard
0 Komentar